Perseteruan KPK dan Polri ibarat api dalam sekam. Kasus cicak vs buaya yang mengorbankan ketua
KPK pada saat itu Antasari Azhar menjadi kasus yang hingga sekarang masih
menjadi tanda tanya. Pada saat KPK dipimpin oleh Abraham Samad pun perseteruan
dengan Polri ini terjadi. Pada tahun 2012, Kompol Novel Baswedan yang berstatus
penyidik KPK diciduk atas kasus pembunuhan yang terjadi pada saat dia menjabat
sebagai Kasat Serse Polresta Bengkulu pada tahun 1999-2005. Perseteruan antara
KPK dan Polri ini dipicu oleh kasus-kasus yang beraroma rekayasa dan politis.
Perseteruan antara KPK dan Polri yang terjadi baru-baru
ini dipicu oleh penetapan status tersangka terhadap calon tunggal Kapolri Budi
Gunawan oleh KPK. Penetapan status tersangka ini merupakan tindak lanjut dari
laporan PPATK atas kepemilikan rekening gendut oleh Budi Gunawan pada tahun
2010 lalu. Jadi penetapan status tersangka ini tidak ada hubungannya dengan
penunjukan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Jokowi.
Seolah menjawab hadangan KPK terhadap penunjukan Budi
Gunawan sebagai Kapolri, ditangkaplah Wakil Ketua KPK Bambang Widjoyanto. Bambang
Widjojanto ditangkap penyidik Mabes Polri karena diduga memerintahkan saksi
memberi kesaksian palsu saat bersidang di Mahkamah Konstitusi (MK). Kala itu
Bambang menjadi kuasa hukum penggugat Ujang Iskandar-Bambang Purwanto dalam
sengketa pilkada Kotawaringin Barat.
Pelapor adalah Sugianto Sabran, calon Bupati Kotawaringin
Barat yang dianulir kemenangannya oleh MK. Sugianto Sabran sendiri merupakan
anggota DPR 2014-2019 dari PDI Perjuangan. Pelaporan oleh kader PDI Perjuangan
ini juga tak lepas dari dugaan politis akibat penetapan status tersangka Budi
Gunawan oleh KPK. Seperti diketahui, Budi Gunawan ditunjuk sebagai calon
tunggal oleh Presiden Jokowi karena Budi Gunawan memiliki kedekatan dengan
ketua umum PDI Perjuangan Megawati. Budi Gunawan merupakan mantan ajudan
Megawati ketika menjabat sebagai Presiden. Budi Gunawan juga ikut aktif sebagai
Tim Sukses Presiden Jokowi ketika Pilpres 2014 kemarin.
Dalam perkembangannya, Bambang sudah ditetapkan statusnya
sebagai tersangka dan sudah menjalani pemeriksaan untuk BAP. Bambang didampingi
oleh 20 orang kuasa hukumnya dan mendapat dukungan luas dari LSM, dan pegiat
anti korupsi. Kasus ini dianggap merupakan kriminalisasi Polri terhadap KPK.
Setelah Bambang, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dan
Zulkarnain juga dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Adnan Pandu Praja juga
dilaporkan terkait dugaan pelanggaran atas kepemilikan saham secara ilegal PT
Daisy Timber di Berau, Kalimantan Timur. Kuasa saham PT Daisy Timber, Mukhlis
Ramlan, menyebut Adnan Pandu Praja pernah menjadi penasihat hukum perusahaan
itu dan memiliki saham perusahaan secara tidak sah sejak 2006. Adapun
Zulkarnain dilaporkan anggota Aliansi Masyarakat Jawa Timur, Zainal Abidin, ke
Bareskrim Polri atas dugaan menerima gratifikasi ketika masih sebagai kepala
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Sebelumnya juga muncul kasus foto mesra Abraham Samad
dengan Putri Indonesia 2014. Dilanjutkan dengan dua laporan yang masuk ke Mabes
Polri. Kabareskrim Irjen Budi Waseso menegaskan Ketua Pemberantasan Korupsi
(KPK) Abraham Samad pasti akan ditetapkan sebagai tersangka, dalam salah satu
kasus uang dilaporkan ke Polri. Kabareskrim melanjutkan, penyidik kasus Abraham
Samad akan menentukan pertimbangan penyidikan ketua KPK. Selain itu penyidik
juga masih mempertimbangkan kapasitas Abraham Samad langsung sebagai tersangka
atau melalui saksi. Budi Waseso juga menegaskan, kasus yang menjerat pimpinan
KPK bukan kriminalisasi terhadap institusi anti korupsi tersebut.
"Semuanya berjalan sesuai proses hukum," katanya.
Polri menerima dua laporan dari masyarakat dengan pihak
terlapor Abraham Samad. Laporan pertama dibuat oleh Direktur Eksekutif KPK
Watch Indonesia M Yusuf Sahide, yang melaporkan Abraham Samad ke Bareskrim
Mabes Polri berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/75/1/2015/Bareskrim
tertanggal 22 Januari 2015. Yusuf menduga Abraham kerap beraktivitas politik
dengan bertemu pengurus partai politik di luar ranah tugas pokok fungsi sebagai
pimpinan KPK. Abraham terancam dijerat Undang-Undang KPK Pasal 36 junto Pasal
65 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK terkait melakukan pertemuan dengan pihak
yang perkaranya ditangani KPK.
Yusuf melaporkan Abraham berdasarkan informasi melalui
Blog Kompasiana berjudul "Rumah Kaca Abraham Samad". Artikel itu
mengungkapkan Abraham Samad pernah beberapa kali bertemu dengan petinggi parpol
dan membahas beberapa isu termasuk tawaran bantuan penanganan kasus politisi
Emir Moeis yang tersandung perkara korupsi.
Kemudian, Abraham Samad dilaporkan ke Bareskrim Polri
terkait kasus dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen. Laporan itu dibuat oleh
seorang wanita bernama Feriyani LIM.
Feriyani melaporkan AS dan UK dugaan pemalsuan Kartu
Tanda Penduduk (KTP) dari suatu daerah ke Makassar Sulawesi Selatan pada 2007.
Ia mengadukan AS dan UK berdasarkan Laporan Polisi Nomor : TBL/72/II/2015/Bareskrim
tertanggal 1 Februari 2015.
AS dan UK dituduh memalsukan surat/dokumen kepada
instansi sesuai Pasal 93 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2006 telah diubah menjadi
UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang administrasi kependudukan dan atau Pasal 263
ayat (2) KUHP dan atau Pasal 264 KUHP.
Dalam perkembangannya, Abraham Samad juga diduga telah
menerima gratifikasi berupa senjata api (senpi) jenis pistol merk Sig Sauer
kaliber 32. Pistol itu diberikan oleh mantan Kepala Badan Reserse Kriminal
(Bareskrim) Polri Irjen Pol Suhardi Alius. Hibah senpi itu dilengkapi dengan
surat hibah.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terancam lumpuh. Ini
karena seluruh pimpinan KPK diduga tersangkut kasus hukum. Kemarin, Polri
memastikan telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap tiga
pimpinan KPK. Mereka yang kasusnya sudah naik ke tingkat penyidikan adalah
Ketua KPK Abraham Samad, bersama dua wakilnya— Adnan Pandu Praja dan
Zulkarnain. Sebelumnya Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto telah ditetapkan
sebagai tersangka.
Saat ini, Presiden Jokowi masih belum mengeluarkan
keputusan tegas perihal pengajuan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Meskipun
rekomendasi dari Tim 9 yang dibentuk sendiri oleh Jokowi menyarankan agar
penunjukan Budi Gunawan dibatalkan oleh Presiden sebagai pemegang Hak, tetapi
Jokowi masih enggan menunjukkan sikap tegasnya. Jokowi beralasan akan menunggu
putusan sidang Pra peradilan yang diajukan oleh Budi Gunawan. Padahal tanpa
putusan sidang Pra-Peradilan itu sifatnya tidak mengikat terhadap keputusan
Presiden.
Semoga kasus KPK vs Polri ini bisa diselesaikan secara bijak
dan proses hukumnya berlangsung secara adil dan transparan. Diharapkan Presiden
sebagai pengambil keputusan, dapat lebih tegas dan berpihak kepada kepentingan
rakyat diatas kepentingan yang lain. Sehingga perseteruan KPK vs Polri ini
tidal berlarut-larut. Karena dua institusi ini diharapkan menjadi garda
terdepan dan bahu membahu dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar