Pesta Rakyat Pelantikan Presiden RI
25 October 2014 | 13:31
Senin, 20 Oktober 2014, hari pengambilan sumpah Ir. Joko Widodo
sebagai Presiden RI menggantikan DR. Susilo Bambang Yudhoyono. Pelantikan
Jokowi sebagai Presiden RI bukan saja penegasan bahwa demokrasi Indonesia
cukup matang yang ditandai dengan peralihan kekuasaan secara damai dan
konstitusional, namun juga penegasan bahwa politik itu seharusnya dilakukan
dengan kegembiraan. Sebagaimana dinyatakan Jokowi pada pidato setelah
pengambilan nomor urut di KPU.
Sebelumnya, politik dimaknai sebagai hal yang serius cenderung
menakutkan; penuh intrik dan seringkali diwarnai intimidasi. Peralihan
kekuasaan dijalankan dengan ketegangan dan menimbulkan “permusuhan”. Seperti
antara Megawati dengan SBY yang hingga kini masih belum mencair. Juga ketika
Gus Dur menjelang dilengserkan, muncul Pasukan Berani Mati (pimpinan Gus Nuril)
yang bermaksud membela dan mempertahankan Gus Dur sebagai Presiden RI. Bahkan
pada saat proses pemilu 2014, terutama pilpres, ketegangan terasa nyata.
Sampai-sampai dibilang bahwa rakyat Indonesia terbelah menjadi 2 kubu. Ketika
ide untuk mengadakan pesta rakyat penyambutan pelantikan presiden baru mulai
disuarakan, banyak suara yang menyarankan agar hal tersebut jangan sampai
menyakiti kubu Prabowo. Sebuah saran yang secara tidak langsung didasari
pandangan seolah Jokowi nantinya hanya menjadi presiden pendukungnya saja;
seolah kebijakan Jokowi sebagai Presiden RI nantinya tidak untuk seluruh rakyat
secara umum.
Beruntung, menjelang pengambilan sumpah dan pelantikan sebagai
Presiden RI, Jokowi mampu mencairkan kebekuan suasana politik melalui pertemuan
dengan mantan capres nomor urut 1 Prabowo Subianto di kediaman Prabowo di
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Jokowi sebagai pemenang pilpres dan presiden
terpilih, dengan segala kerendahan hati dan jauh dari sikap jumawa, mau datang
menemui (mantan) rivalnya di pilpres. Menang tanpa merendahkan. Terlepas dari
apakah hal tersebut merupakan bagian dari strategi politik ke depan untuk
mengamankan pemerintahannya, namun saya pribadi menilainya hal tersebut juga
didasari persepsi bahwa politik adalah kegembiraan. Toh kalaupun pertemuan tersebut dijadikan
bagian dari strategi politik untuk mengamankan pemerintahan ke depan, hal
tersebut wajar saja karena pemerintahan nantinya adalah pemerintah Republik
Indonesia.
Pemilu Presiden adalah untuk memilih pemimpin negara. Siapapun
yang terpilih akan menjadi Presiden Republik Indonesia. Bukan hanya presiden
untuk para pemilihnya, tapi presiden untuk seluruh rakyat Indonesia. Maka pesta
rakyat yang diadakan untuk penyambutan pelantikan Jokowi sebagai Presiden RI
pada dasarnya adalah pesta rakyat Indonesia.
Mengapa pesta? Pesta identik dengan kegembiraan. Suatu keadaan
atau situasi yang beku biasanya bisa dicairkan dalam suasana gembira. Ya, pesta
rakyat bukan sekedar untuk menyambut Presiden RI yang baru, tetapi untuk
kembali menyatukan rakyat yang sempat terpolarisasi dan terfragmentasi menjadi
2 kubu utama. Pesta rakyat untuk membangun kesadaran awal bahwa Presiden RI
adalah presiden untuk seluruh rakyat Indonesia. Untungnya proses untuk
membangun kesadaran tersebut dilengkapi kehadiran Prabowo Subianto dan
Hatta Rajasa dalam SU MPR yang mengambil sumpah jabatan Ir. Joko Widodo sebagai
Presiden RI dan H.M. Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden RI untuk masa jabatan
2014-2019.
Pesta rakyat dan kirab budaya yang diadakan untuk menyambut
pelantikan Jokowi sebagai Presiden RI sekaligus untuk menegaskan bahwa politik
itu seharusnya dilakukan dengan penuh kegembiraan. Bahkan lebih dari itu, pesta
rakyat di hari pelantikan Presiden RI juga untuk memupuk dan menumbuhkembangkan
rasa kebangsaan dan rasa nasionalisme.
Pesta rakyat sekaligus untuk menunjukkan kepada dunia bahwa rakyat
Indonesia telah dewasa dalam berpolitik dan berdemokrasi, dengan penuh rasa
kegembiraan optimis bahwa masa depan akan lebih baik.
Sumber :
http://politik.kompasiana.com/2014/10/25/pesta-rakyat-pelantikan-presiden-ri-698087.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar